Buron Kasus BLBI Samadikun Hartono Tertangkap. Prestasi Atau Kolusi?


Terungkapnya penangkapan atas Samadikun Hartono, sepatutnya menjadi kabar gembira dalam penegakan hukum di tanah air. Tapi kelihatannya, reaksi masyarakat tidak seperti itu. Ada kesan masyarkat tidak peduli atau tidak melihat penangkapan itu sebagai sebuah prestasi besar pemerintah.

Padahal pengumuman resmi atas penangkapan Samadikun Hartono dilakukan sendiri oleh Kepala BIN Sutiyoso. Selama ini belum pernah terjadi,  BIN (Badan Intelejen Negara) mengumumkan hasil kerjanya. BIN ataupun kepalanya, biasanya lebih banyak diam.

Ketika lembaga intelejen ini masih bernama BAKIN seperti di era Orde Baru, masyarakat tidak permah tahu apa yang dikerjakan oleh BIN maupun Kepala-nya. BIN di era represif, benar-benar "go secret" dan bukan "go public" seperti saat ini. Demikian tingginya tingkat ke-"go public'-annya, sampai-sampai perekrutan anggota BIN, surat keputusan pengangkatannya bisa dipublikasi di media sosial Path.

Demikian pula, begitu terbukanya kegiatan intelejens di era BIN. Antara lain dibuktikan dengan adanya mobil dinas Kepala BIN yang menggunakan nomor yang mudah dikenal dan dihafal : B - 1 - N.

Pengumaman tentang penangkapan Samadikun Hartono pun tidak dilakukan di Indonesia. Melainkan di Berlin, ibukota Jerman. Di Eropa Barat. Jauh sekali dari Jakarta, Ibukota Republik Indonesia. Akibatnya, penangkapan pengemplang BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) itu memunculkan sejumlah pertanyaan. Sekaligus terkesan sebagai bagian dari upaya Sutiyoso membayar hutang budinya kepada Megawati ataupun PDIP.

Misalnya info mana yang lebih bisa dipercaya? Apakah kabar dari media asing yang menyebutka bahwa Samadikun Hartono sebagai buron pemerintah Indonesia, secara sukarela menyerahkan diri. Atau keterangan Kepala BIN Sutiyoso. Bekas Gubernur DKI Jaya ini mengklaim bahwa Samadikun ditangkap petugas BIN, saat dia sedang menyaksikan balap mobil Formula One di Shanghai, Tiongkok. Itu berarti terjadi tanggal 16 atau 17 April 2016 yang lalu.

Ada kalangan yang lebih percaya pada informasi yang menyebutkan Samadikun Hartono menyerahkan diri. Dia merasa lebih aman dengan cara itu, karena anggota keluarganya berada dalam lingkar kekuasaan. Penilaian ini dikaitkan dengan posisi anaknya yaitu Charles Honoris dalam dunia politik Indonesia.

Charles Honoris menjadi anggota DPR-RI periode 2014 - 2019 dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mewakili daerah pemerilihan DKI Jakarta. Belakangan Charles Honoris disebut-sebut sebagai sosok yang ikut dipersiapkan PDIP untuk menjadi calon Wakil Gubernur DKI Jaya, dalam Pilkada 2017. Artinya bagi PDIP, putera pengemplang BLBI dari Grup Modern ini, secara politik tidak bermasalah. Sebaliknya bagi Samadikun sekalipun dia bermasalah, tidak mungkin puteranya yang kini menjadi politisi PDIP lantas tidak berbuat sesuatu baginya.

Kembali ke soal penangkapan. Rasanya tidak masuk akal kalau antara mereka berdua, Samadikun dan Charles tidak punya kontak sama sekali. Paling tidak, Charles sebagai anggota keluarga tidak mungkin kalau ditanya oleh pimpinan partainya lalu menjawab tidak mengetahui dimana keberadaan orang tuanya.

Persoalan lain yang menyebabkan munculnya pertanyaan atau teka-teki - apakah penangkapan Samadikun Hartono bukan bagian dari strategi politik PDIP khususnya Megawati Soekarnoputri?

Megawati sangat berkepentingan agar kasus BLBI dibuka secara terang benderang. Mengingat belakangan, sudah mulai bermunculan opini yang menyudutkan Megawati.

Seolah-olah yang paling korup di republik ini adalah Megawati sebagai akibat dari terjadinya BLBI. Artinya ada pembelokan isu dan sasaran. Megawati menjadi target yang harus menjadi korban.
Ada desakan melalui apa yang bisa dinilai sebagai "portal war". bahwa Megawati perlu diperiksa oleh KPK. Selain itu juga disebut, Megawati tidak bersedia memenuhi panggilan KPK.

Hal ini menimbulkan persepsi baru bahwa Presiden ke-5 ini takut diperiksa KPK. Takut karena ia terlibat skandal mega korupsi, melalui BLBI. Padahal BLBI itu sendiri dikucurkan tahun 1997, di era Orde Baru. Ketika itu Megawati masih tercatat sebagai Ketua Umum dari Partai Oposisi. Artinya kalau mau memeriksa siapa yang bertanggung jawab atas pengelontoran dana ratusan triliun itu, harus pejabat bertugas di era Orde Baru. Bukan Mega.

Maksudnya yang memutuskan kebijakan itu atau yang mencairkan dana ratusan triliun rupiah itu adalah Gubernur Bank Indonesia, Dan Gubernur BI pada tahun 1997 adalah Soedradjad Djiwandono. Soedradjad sendiri saat ini menjadi salah satu pimpinan Partai Gerindra. Dan nota bene, ia merupakan saudara ipar dari Prabowo Subianto, pendiri Partai Gerindra.

Kasus pencairan BLBI bukannya tidak disidangkan. Tapi yang terjerat hukum atau terkena hukuman hanyalah para bawahan Soedradjad Djiwandono.

Kasus Soedradjad dalam skandal di BLBI mirip-mirip dengan Boediono sebagai pejabat Gubernur Bank Indonesia, ketika mega skandal Bank Century sebesar Rp6.7 triliun terkuak di tahun 2008.

Sejumlah bawahan termasuk deputi Gubernur BI kini meringkuk dalam penjara  karena skandal Bank Century. Sedangkan Boediono sendiri aman-aman saja. Bahkan, selama 5 tahun (2009 - 2014)  menjadi Wakil Presiden RI mendampingi Presiden SBY.

Menurut Kepala BIN hingga dengan awal pekan ini, Samadikun Hartono masih berada di Tiongkok. Proses pemulangannya sedang diatur oleh Imgrasi kedua negara.

Masih menurut Sutiyoso, setelah Samadikun tertangkap, masih ada 33 orang buronnan BLBI yang berkeliaran, entah dimana mereka. Penjelasan Kepala BIN ini kembali mengundang pertanyaan - apa dan siapa saja mereka ? Mengapa BIN tidak sekaligus membeberkan para pengemplang BLBI yang masih buron.
Mengapa nama-nama dan foto para penipu negara itu tidak diumumkan secara terus menerus di media : tv, suratkabar dan media sosial. Agar masyarakat awampun bisa tahu dan mungkin bisa membantu. Mengapa, mengapa dan mengapa?
Ataukah Sutiyoso sedang memainkan kartu truf Megawati, kartu PDIP?
Sangat wajar dan masuk akal jika Sutiyoso membela Megawati. Sebab selain memang ada upaya membelokan kasus BLBI sebagai dosa dan aibnya Megawati, Sutiyoso punya hutang budi besar terhadap PDIP maupun Megawati.
Hutang-hutang itu terlampau panjang disebutkan di sini. Yang pasti bakal banyak hal menarik yang bisa terungkap saat Samadikun Hartono yang dituduh mengemplang dana BLBI sebesar Rp. 2,5 Triliun itu, benar-benar jadi dihadirkan di pengadilan Indonesia.
Bukan pula hal yang mengagetkan kalau penangkapan bekas bos Modern Group ini menjadi bola liar dan bisa memakan korban berikutnya. Sebab bila kita buka file berita-berita seputar skandal BLBI, hingga saat ini di pemerintahan Joko Widodo masih ada sejumlah elit politik dan pengusaha bermasalah.
Mereka diam-diam seperti orang yang munafik.
Tingkah dan polah mereka seperti orang yang sangat bertanggung jawab atas jatuh bangunnya Indonesia. Sambil menikmati enaknya "kue reformasi", kalau ada kesempatan mereka akan ikut-ikutan meneriaki orang maling. Padahal yang sesungguhnya terjadi, maling teriak maling

Penulis : Derek Manangka
Editor : Tim Portal Piyungan [*]


Buron Kasus BLBI Samadikun Hartono Tertangkap. Prestasi Atau Kolusi? Buron Kasus BLBI Samadikun Hartono Tertangkap. Prestasi Atau Kolusi? Reviewed by Unknown on 18.46.00 Rating: 5
Diberdayakan oleh Blogger.