Datang Di Makassar, Fahri Hamzah Disambut Meriah Aktivis Lintas Organisasi
MAKASSAR - Rumah Kopi di Jalan Sultan Alaudin Makassar itu menjadi saksi sejarah. Betapa anak-anak muda begitu mencintai Fahri Hamzah. Sekitar tiga ratusan mahasiswa dan anak-anak muda berjubel dan berdesakan sepanjang acara. Akibatnya, Rumah Kopi yang normalnya hanya menampung maksimal seratus orang itu, seperti sesak. Peserta sebagian mengalah untuk berdiri di luar menyaksikan dan mendengarkan pidato Fahri Hamzah.
Kata panitia, pesertanya memang seperti menunggu momentum ini. Momentum ketika Fahri Hamzah berbicara tentang narasi anak muda, Indonesia dan kehendak Zaman. Berkali-kali panitia mendapatkan pertanyaan akan kepastian kedatangan Fahri Hamzah. Bahkan ada yang rela menunggu sejak siang sepulang kantornya.
"Membaca Indonesia dari Timur". Begitu tema besar yang tertulis dalam acara Deklarasi dan Pelantikan Keluarga Alumni KAMMI Sulawesi Selatan, pada tanggal 14 April 2016 itu. Sebuah ajakan membaca Indonesia dari sudut pandang orang-orang Timur Indonesia. Pembicaranya adalah Ramdhan Pomanto, Walikota Makassar yang menaruh kekaguman tersendiri pada Bang Fahri. Serta Fahri Hamzah.
Ramdhan berbicara di kesempatan pertama. Berterus terang bahwa ia juga menunggu Fahri Hamzah. Karena ia juga mengidolakannya. "Salah satu orang cerdas di Indonesia dan anak muda yang kedatangannya mampu menularkan energi dan semangat baru pada yang lainnya" katanya.
Selanjutnya, Ramdhan mengajak anak-anak muda untuk merenungkan tentang tiga kata penting dalam tema. "Membaca", "Indonesia" dan "Timur". Yang pertama, perihal membaca. Itu adalah ajaran Islam di awal mula. Membaca yang tertulis dan tidak tertulis. Membaca tentang rahasia kenapa banyak ayat Al-Qur'an diakhiri dengan dua kalimat; "Inilah bukti kebesaran Allah" dan "Inilah tanda-tanda kebesaran Allah". Artinya, Islam mengajarkan bahwa kita perlu membaca peristiwa yang sudah terjadi dan belum terjadi. Ada tanda-tanda. Ada bukti empirik. Peristiwa lalu menjadi tanda masa depan.
Selanjutnya tentang Indonesia. Indonesia adalah negara besar. Maka, desainnya juga harus panjang dan besar. Karena sejarah masa lalu dan masa depan itu siklus linier. Kehendak kita lah yang menentukan masa berdiri Indonesia, apakah mau didesain selama 100 tahun, 300 tahun atau 1000 tahun. Desain negara dan bangsa Israel konon 1000 tahun. Sambung-menyambung dari berbagai generasi. Kalau mau mendesain Indonesia agar mampu berdiri selama 1000 tahun, maka bacalah faktor demografis, geologis, sumberdaya alam, regulasi dan yang lainnya. Harus punya visi yang jauh kedepan.
Sedangkan Timur adalah kata harapan. Ramdhan mengajak anak-anak muda untuk melihat tentang Sulawesi. Dalam sebuah acara internasional, dimana Ramdhan satu-satunya Walikota yang diundang, ia menyatakan. Bahwa Pulau Sulawesi seperti huruf K. sedangkan K falsafahnya adalah "key of world". Kunci dunia. Sekarang ini, dari 6 milyar penduduk dunia, 3 milyarnya mengalami kesulitan akses terhadap sumber makanan. Sedangkan ada tiga tanah subur di dunia yang menjadi rebutan. Salah satunya adalah indonesia. Dan di Indonesia, yang menjadi idola sumber makanan adalah Sulawesi.
Fahri Hamzah berbicara tentang sebuah ajakan. Agar anak-anak muda bangga menjadi aktivis. "Saya bangga bertemu aktivis lintas gerakan di kota Makassar ini. Aktivis itu takdir kita. Kitalah yang bertugas menyuarakan kebenaran dan keadilan yang selama ini menjadi suara rakyat" katanya.
Panggung kepemimpinan itu adalah anugrah besar dari bangsa ini. Ia harus menjadi tempat bagi orang yang tepat. Yang mampu membangkitkan kesadaran pada rakyat secara cepat. Yang menjadi tempat untuk mengeluarkan seluruh kemewahan pikiran dan gagasan kita. Juga kedalaman wacana. Tentang Indonesia. Menebar optimisme tentang perasaan tidak berdaya kita lalu keluar dari masalah yang membelenggu seperti korupsi, narkoba, terorisme dan yang lainnya. Di 2019 nanti, cara Pemimpin Indonesia memimpin harus menyesuaikan zaman. Pemimpin kedepan harus nampak kapasitas dan kemampuannya. Yang karena keluasan pengetahuan, wawasan dan wacananya, menyebabkan seluruh masalah bangsa menjadi menciut.
Kita menemukan indonesia. Bahwa Indonesia itu lahir dan berangkat dari ikhtiar. Ada faktor eksternal yang mempengaruhi kelahiran, seperti penjajahan. Ada juga faktor internal, dimana anak zaman memikirkan apa yang terjadi pada bangsa ini. Dalam setiap siklus 20 tahun, Indonesia selalu mengalami momentum historis. Ada perasaan yang kuat bahwa nanti, di 2018 atau 2019 akan ada perubahan besar bagi bangsa ini.
Kita menarik peta sejarah sejak 1908. Ketika anak-anak muda dipenuhi kesadaran. Membentuk organisasi dan syarikat. Lalu membangun diri. Berlanjut ke 1928. Ketika anak-anak muda bersumpah. Mendatangkan kesadaran diri akan kesamaan bahasa, nusa dan bangsa. Bukan sumpah sederhana. Deklarasi tentang perasaan-perasaan bersama bahwa kita ini satu. Meleburkan semua perbedaan ajaib dan besar. Menjadi satu kesatuan. Lalu 1945. Terjadilah proklamasi. Sebelum nya ada penculikan kelompok muda. Anak muda yang "memaksa" itu biasa. Karena itu 'nature'nya. Anak muda harus mengalami benturan. Berani menyatakan sikap. Harus ada determinasi.
Era 1965 terjadi. Ketika rakyat tidak bersambung lagi dengan kelompok tua. Ada kelompok yeng menganggap dirinya benar dan yg lainnya salah. Anak muda bergerak. Walaupun settingannya kudeta. Tetap ada peran kelompok muda. Merubah kebobrokan. Lalu 1998 lahir. Ketika kebuntuan mengalami desakan. Ketika militerisme menakutkan dan menjadi momok dalam bayangan semua orang. Di seluruh zaman itu, anak-anak muda kata kuncinya.
Kita boleh berusia muda tapi bisa dianggap tua jika anti perubahan. Kita akan menjadi tua jika terlalu gampang menerima argumen orang. Tidak mampu mengeksplorasi gagasan. Tidak mampu mendobrak kebuntuan. Dulu, sejak Orde Baru, negara memang stabil. Tapi rakyat takut berpikir. Takut berdebat dan berdiskusi. Takut melempar gagasan. Kampus menjadi menakutkan. Karena ada NKK/BKK. Jangan sampai kita menjadi "orang yang terbelenggu NKK/BKK" karena kita tidak lagi kritis.
Generasi kita adalah generasi 98. Generasi ini yang datang menbawa tesis baru. Yang suka atau tidak, telah membawa lanskap perubahan politik di Indonesia. Di setiap perubahan ada tokoh-tokohnya. Ada tokoh angkatan 66. 70-an. Ada Generasi 80-an. Berbeda dengan generasi lainnya, generasi 80an adalah "generasi yang tidak melawan" dalam sejarah perubahan bangsa. Tidak ada tenaga zaman mengalir dalam generasi 80-an. Maka ketika berkuasa, kita saksikan, mereka hanya mampu melemparkan judul. Tapi tidak mampu mengelaborasi isi.
Literasi tentang demokrasi di generasi ini lemah. Cara menangkap kebebasan di sosial media hanya berupa judul. Poros maritim itu gagah gagasannya tapi kalau cuma jadi judul maka akan percuma. Mereka memang mampu menangkap judul zaman tapi tidak mampu mengisi. Karena tidak ada narasi. Tenaga zaman ada di generasi 90an. Generasi kita. Generasi yang melawan otoritarianisme. Maka kitalah yang mampu mengelaborasi apa kehendak zaman ini.
Kalau generasi kita mau memimpin negeri ini, maka kita harus perkuat tesis generasi kita. Tingkatkan kapasitas agar layak memimpin.
Problem generasi kita ada dua. Yang pertama, narasi yang tidak solid. Tidak ada 'common narrative'. Bangsa ini seperti tidak punya arah. Harus ada azan yang memanggil orang-orang. Dulu ada tenaga dan semangat Soekarno. Kalau ia berpidato, semua orang mendengarkan di radio, berkumpul lalu kata-kata dan pesannya menjadi tenaga jiwa. Menjadi semangat hari-hari rakyatnya. Masalah kita yang kedua, kita tidak ada jurubicara. Harus ada orang yang menjadi simbol dan menjelaskan keinginan generasi kita.
Kalau itu bisa kita atasi, maka di 2019 nanti, insya Allah kita akan memimpin negeri ini. (BP).
Datang Di Makassar, Fahri Hamzah Disambut Meriah Aktivis Lintas Organisasi
Reviewed by Unknown
on
09.00.00
Rating: