Malak Pengusaha, Ahok Disebut Membuat Perjanjian Preman
Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama alias Ahok diduga meminta dana tambahan kontribusi 15 % dari pengembang reklamasi teluk Jakarta di muka. Dana itu diduga digunakan untuk mengerjakan proyek di Jakarta.
Menaggapi hal itu, pakar hukum tata negara Margarito Kamis mempertanyakan dasar hukum yang digunakan oleh Ahok memungut biaya kontribusi tambahan tersebut. Sebab, Perda yang mengatur biaya tambahan kontribusi masi dibahas.
"Kalau kita berbicara mengenai tata negara itu, dalam kasus ini yang pertama kali ditanyakan apakah dasarnya, apa dasar hukum," kata Margarito pada INILAHCOM, Jakarta, Minggu (15/5/2016).
Dengan masih dibahasnya Perda oleh DPRD DKI Jakarta, kata dia, Ahok diduga sudah melakukan pelanggaran hukum. Yakni memungut biaya pada pengembang tanpa ada dasar hukumnya yang mengaturnya.
"Jadi tindakan ini tidak ada dasar hukumnya. Karena tidak ada dasar hukumnya maka DKI tidak punya hak atau wewenang menetapkan biaya itu," kata dia.
Dikonfirmasi apakah Perda bisa digantikan dengan 'perjanjian preman' yang dibuat Ahok dengan perusahaan pengembang, alih-alih menunggu rancangan Perda diketok, dia menolaknya. Menurut dia, tidak bisa digantikan dengan perjanjian semata.
"Tidak bisa, perjanjian apa. Salah itu salah. Coba tanya mereka, mereka tahun engga PP No 58 tahun 2005 tentang tata negara pengelolaan keuangan daerah," kata dia.
Ahok diketahui memutar otak agar bisa menarik kontribusi tambahan itu kepada perusahaan pengembang reklamasi. Ahok pun membuat 'perjanjian preman' dengan perusahaan pengembang, alih-alih menunggu rancangan Perda diketok.
"Kalau perjanjian itu kan kamu suka sama suka, berarti kuat dong. Kerja sama bisnis kok. Ya kalau enggak ada perjanjian kan enggak kuat. Makanya sebelum saya tetapkan itu, saya ikat dulu pakai perjanjian kerja sama," terang Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat kemarin.
Tentang perjanjian itu memang diungkapkan Ahok sebagai dasar penarikan kewajiban tambahan kontribusi dari para pengembang. Perjanjian itu dibuat pada rapat tanggal 18 Maret 2014 dan disebut Ahok sebagai 'perjanjian preman'.
Sementara KPK yang tengah mengusut perkara suap di balik pembahasan 2 raperda itu pun ikut menelisik tentang proses penetapan kontribusi tambahan 15% tersebut. Bahkan KPK menduga pula adanya barter antara tambahan kontribusi tersebut dengan bantuan perusahaan pengembang pada sejumlah proyek Pemprov DKI seperti penggusuran Kalijodo.
"Kita sedang selidiki dasar hukumnya barter itu apa. Ada enggak dasar hukumnya," kata Ketua KPK Agus Raharjo, Kamis (12/5/20160.
Malak Pengusaha, Ahok Disebut Membuat Perjanjian Preman
Reviewed by Unknown
on
11.54.00
Rating: