Suap Reklamasi Dan CSR


Suap Reklamasi Dan CSR

Oleh: SUMANTRI SOEWARNO
Ketua Bidang Ekonomi PP GP Ansor

Ada fenomena baru yang cukup menonjol dalam era pemerintahan DKI di bawah Joko Widodo yang dilanjutkan oleh Basuki Tjahaja Purnama yaitu massifnya kontribusi perusahaan dalam pembangunan sarana-sarana publik.

Sepanjang 2015 yang tampak menonjol adalah pembangunan puluhan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA), jalur hijau, hingga bus dan truk sampah.

Pemberdayaan partisipasi publik, termasuk di antaranya korporasi memang menjadi salah satu ciri yang menonjol dari kehadiran Jokowi-Basuki dari saat kampanye hingga akhirnya memerintah di DKI Jakarta.

Keterlibatan komunitas-komunitas masyarakat dalam pemenangan di Pilkada DKI 2014 dilanjutkan dengan masiifnya bantuan korporasi, menunjukkan tingginya harapan dan kepercayaan publik kepada pasangan Jokowi-Ahok ini.

Perusahaan-perusahaan seperti berlomba menunjukkan dukungannya kepada upaya pemerintah DKI mewujudkan Jakarta Baru kepada warganya.

Bus-bus yang lalu lalang di jalanan, barisan truk-truk sampah, hingga taman-taman yang bertuliskan nama korporasi penyumbang, tentu ditujukan untuk menunjukkan kepedulian sosial dari pemerintah dan korporasi kepada publik.

Korporasi mengemas berbagai kontribusinya ini sebagai pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility).

Di tengah masifnya dukungan korporasi kepada pemerintah DKI Jakarta, tiba-tiba publik dikagetkan dengan penangkapan yang dilakukan KPK terhadap anggota DPRD dan petinggi perusahaan swasta yang diduga terkait dengan pembahasan Raperda Reklamasi.

Proyek besar pengurukan Pantai Utara Jakarta ini melibatkan belasan pengembang yang di antaranya juga sangat aktif menyumbang pemerintah DKI melalui program CSR-nya. Publik yang kritis mulai menghubung-hubungkan obral CSR ini sebagai kompensasi atas rencana bisnis di proyek reklamasi.

Tentu situasi ini tidak menguntungkan buat perusahaan yang berpartisipasi melalui CSR dan tidak ikut terlibat dalam geger penyuapan. Di sisi lain, bagi perusahaan yang menyumbang dengan skema CSR dan terseret dalam kasus penyuapan ini, tentu harus dipertanyakan pemahamannya atas praktik CSR yang baik.

Sulit dimengerti jika sumbangan material dianggap cukup sebagai pelaksanaan tanggung jawab sosial, sedangkan di saat bersamaan tangan yang lain merusak tatanan hukum.

Pemerintah DKI tak kalah sulitnya. Perlu upaya yang keras untuk mengembalikan kepercayaan publik atas praktik baik dalam menggandeng korporasi swasta melalui program CSR ini.

Selain pembuktian bahwa sumbangan tak serta merta mempengaruhi kebijakan, transparansi pengelolaan CSR menjadi wajib untuk dilakukan. Aparat pemerintah DKI juga harus memaham filosofi serta praktik-praktik CSR terbaik agar dalam berkolaborasi dengan korporasi memperbaiki pelayanan warga, sesuai dengan etika dan norma hukum yang berlaku.

BUKAN HANYA DONASI

Dalam pelatihan ISO 20006 tentang standar penerapan CSR di Kuala Lumpur pada 2012 yang diikuti penulis, Richard Welford dari CSR Asia membuka dengan menampilkan foto petinggi-petinggi bisnis yang menyerahkan sumbangan cek untuk komunitas.

Lalu dia melanjutkan, CSR bukanlah sekadar memberikan donasi, menanam pepohonan, atau klarifikasi dan permintaan maaf dari perusahaan atas sebuah kesalahan.

Praktik CSR era kini adalah keterlibatan aktif perusahaan dalam pemberdayaan komunitas dan lingkungan hidup untuk pembangunan yang berkelanjutan. Praktik pelaksanaan CSR sendiri telah mengalami evolusi seiring dengan perkembangan lingkungan bisnis dunia.

Perusahaan-perusahaan di negara maju telah menyadari pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dan pemberdayaan komunitas demi kelangsungan bisnis dalam jangka panjang.

Perusahaan tidak semata melakukan kegiatan bisnis yang eksploitatif tetapi mulai mengambil inisiatif untuk melibatkan pihak-pihak yang terdampak oleh operasi bisnisnya.

CSR yang awalnya dianggap sebagai reaksi dan cara menjaga hubungan baik dengan konsumen dan masyarakat, kini telah bergerak menjadi kebutuhan yang tidak terpisahkan dari perencanaan strategis perusahaan.

Perusahaan terus menerus memetakan kelompok yang terdampak, membaca aspirasinya, ser ta memenuhi aturan norma dan hukum yang berkembang di masyarakat.

ISO 2006 memasukkan tujuh prinsip penting sebagai standar penerapan tanggung jawab sosial yaitu perusahaan harus menerapkan akuntabilitas, transparansi, perilaku sesuai kode etik, penghormatan terhadap kepentingan publik, penghormatan terhadap hukum, penghormatan atas norma internasional, dan penghormatan atas hak asasi manusia.

ISO 20006 yang merupakan konsensus berbagai kepentingan yaitu korporasi, NGO, serikat pekerja, dan kelompok konsumen menunjukkan luasnya cakupan tanggung jawab sosial yang harus dijalankan korporasi.

Apa yang terjadi di dalam geger penyuapan Raperda Reklamasi telah membukakan pintu kesadaran kita betapa beberapa korporasi salah kaprah dalam memahami tanggung jawab sosial.

Membangun puluhan taman kota, menyumbang bus-bus kota yang mewah haruslah dibarengi dengan praktikpraktik bisnis yang mengindahkan nilai etik dan hukum yang berlaku.

Tanggung jawab sosial harus dilihat secara lebih luas sebagai inisiatif perusahaan dalam memberdayakan komunitas, lingkungan, dan penghormatan norma dan etika bisnis. Tak tepat lagi jika CSR hanya diartikan sebagai pemenuhan kewajiban penyaluran sebagian keuntungan perusahaan semata.[]

*Sumber: Koran Bisnis Indonesia, Selasa (19/4/2015)



Suap Reklamasi Dan CSR Suap Reklamasi Dan CSR Reviewed by Unknown on 16.34.00 Rating: 5
Diberdayakan oleh Blogger.